Hiduplah secara nyata, bukan dalam kehidupan sebatas dunia online
Kamu setuju kan kalau media sosial, games, dan banyak hiburan dapat kita temukan di smartphone kita.
Bukan hanya suami saja, cobalah kembali kepada diri kita, seberapa sering kita mengakses smartphone saat di rumah?
Jangan hanya terpaku seberapa sering suami mengabaikan kita karena asyik dengan game online-nya atau mengakses media sosial.
Lakukan dan nikmati setiap aktivitas secara nyata ketika berada di rumah bersama keluarga. Jika tidak darurat dan bukan kepentingan keluarga sebaiknya jangan gunakan ponsel di lingkungan keluarga.
Jika kita mulai menikmati aktivitas yang kita lakukan, maka hidup kita akan lebih teratur dan santai. Daripada mengambil selfie di tempat baru, Mama dan Papa dapat menikmati seluruh pengalaman dengan menjalani momen bersama keluarga. Lebih harmonis dan bahagia!
Dari ketujuh tips ini, pesan yang paling penting untuk bisa membuat suami mengurangi main game online dan media sosial adalah cobalah kembali pada kebiasaan kamu. Apakah Mama menghabiskan banyak waktu juga bermain handphone untuk mengakses media sosial?
Jika jawabannya ya, maka sebaiknya pikirkan kembali untuk menghentikan kebiasaan ini pada Papa jika Mama saja masih ketergantungan media sosial!
Komunikasi tatap muka
Cobalah untuk tidak berpikir bahwa pasangan akan memahami segalanya tanpa kamu angkat bicara. Komunikasi terbuka sangat penting, kamu dapat berbicara dengan suami tentang penggunaan ponsel yang sebaiknya di kontrol ketika ia kembali ke rumah.
Jangan mencoba dan diskusikan isu-isu penting seputar hubungan kalian melalui telepon. Pecahkan segala permasalahan selalu dengan komunikasi tatap muka.
Tidak ada zona gadget
Sesampainya di rumah, saat waktu makan, saat berada di kamar tidur, mobil (kecuali ketika menggunakan GPS atau mencoba mencari lokasi) seharusnya buat tempat-tempat tersebut bukan zona bebas gadget.
Saat-saat kalian sedang bersama, sebaiknya harus digunakan untuk menjalin ikatan dengan keluarga.
Dorong suami untuk mengejar hobinya
Jika suami pencinta olahraga, penggemar film, hobi membaca buku atau penggemar otomotif. Berikan pengganti yang menarik dibanding terus menjadi ‘generasi nunduk’ karena terlalu banyak bermain games di handphone-nya atau kebanyakan mengecek media sosial.
Kamu dapat membelikannya raket jika ia suka bermain tenis, memesan novel yang jika ia menikmati fiksi ilmiah, jika ia menyukai otomotif kamu bisa membelikannya langganan tahunan majalah otomotif, beli sepeda jika dia adalah pecinta alam dan orang yang suka bergaul.
Kamu harus memotivasi dia untuk mengejar hobinya sehingga dia secara bertahap menjauhkan ponselnya, tetapi jangan biarkan dia tahu tentang niat awal kamu ya.
Puaskan dengan adanya kehadiranmu
Jika pasangan benar-benar sudah menjadi ketagihan dengan kehidupan online-nya, saatnya kamu memberikan beberapa kejutan dengan menghadirkan apa yang ada dalam diri kamu untuk dapat kembali menarik perhatiannya.
Sepulang ia dari berbagai kegiatannya, sambutlah dengan pakaian yang tidak biasa, gunakan lipstick warna cerah, memasak atau memesan makanan pilihannya.
Lakukan sesuatu dengan senang hati akan mengejutkannya dan ia akan lupa dengan level terbaru yang ia dapatkan setelah mengalahkan musuh onlinenya atau stories Instagram teman-temannya.
Ketika dia melihat bahwa kamu telah memberikan perhatian ekstra kepadanya maka dia juga akan merespon dengan cara yang sama.
Carilah solusi jangka panjang yang dapat diikuti dan diulang setiap hari
Saking sudah kecanduan dengan game di handphone-nya, pernahkah kamu terlintas untuk menyembunyikan pengisi daya baterai handphone sang Suami?
Cara ini mungkin akan menyelamatkan hubungan kamu karena suami nggak bermain dengan handphone-nya, tapi sayangnya ini hanya bersifat sementara ketika suami menemukan kembali handphone charger-nya.
Oleh sebab itu, carilah solusi yang bersifat jangka panjang untuk membuat suami setidaknya mengurangi kebiasaannya bermain handphone saat berada di rumah maupun ketika kumpul keluarga.
Caranya, jangan pernah lelah untuk terus mengingatkan pasangan kalau kebiasaan bermain gadget yang berlebihan membuat frekuensi komunikasi kamu dan suami menjadi berkurang.
Mintalah ia untuk tidak bermain gadget sepulangnya ia dari kantor atau ketika ia sedang berada di rumah.
Ulangi permintaan ini setiap waktu, agar ia memahami bahwa betapa berharganya kehadirannya tanpa bermain games atau media sosial pada handphonenya saat bersamamu.
Binsar Hutapea | 14 Januari 2022 | 11:00 WIB
TABLOIDBINTANG.COM - Tidak mudah menikah dengan seseorang yang pemarah. Beberapa suami mungkin bisa mengendalikan diri ketika marah sehingga tidak menyakiti istri mereka. Namun, tak dipungkiri juga ada yang karena emosi tega melakukan kekerasan pada pasangannya.
Jika Anda pernah mengoreksi kebiasaan marah suami, tetapi dia tidak berubah, jangan khawatir. Anda bisa melakukan beberapa cara ini untuk menghadapi pasangan yang pemarah.
Tetap tenang saat suami marah
Ketika melihat suami marah, Anda mungkin terdorong untuk berdebat dan terlibat dalam perang kata-kata yang kejam. Namun, sebenarnya cara yang paling baik adalah mencoba meredakan situasi dengan tetap tenang dan tidak membalas ejekannya. Memiliki pertengkaran yang buruk bisa membuat pasangan Anda lebih marah dan menjadi agresif dan lebih kasar. Oleh karena itu, cobalah melontarkan kata-kata Anda dengan suara yang menenangkan dengan pertimbangan untuk mengakhiri pertengkaran.
Bangun jaringan di luar pernikahan Anda
Mungkin wajar bila Anda ingin menyampaikan kesedihan kepada ibu mertua atau mungkin ipar perempuan Anda. Namun, mungkin saja mereka tak pernah tahu sisi pemarah suami Anda. Karenanya, penilaian mereka mungkin bias dan dalam kasus terburuk, mereka mungkin menolak untuk mempercayai ketika Anda berbicara tentang masalah kemarahan suami Anda. Oleh karena itu, Anda harus memiliki sistem pendukung dari teman atau kerabat yang dapat Anda percayai.
Jangan pernah takut untuk pergi
Wanita sering kali takut meninggalkan pertengkaran yang memanas karena tahu betul bahwa itu mungkin berakhir dengan kekerasan fisik. Meskipun itu bukti kalau Anda menghargai pasangan, tetapi Anda harus lebih memperhatikan keselamatan diri sendiri dan pergi tepat waktu sebelum pertengkaran berujung pada perkelahian. Jika Anda telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan seksual dalam pernikahan, maka Anda harus menghubungi pihak kepolisian setempat untuk meminta bantuan. Jangan pernah takut menjauh dari situasi yang buruk, karena Anda dapat membangun kembali hidup Anda menjadi lebih bahagia.
Suami-Suami yang Suka Memukul—Tinjauan dari Dekat
DENGAN suara bulat para ahli menyetujui bahwa pria yang suka memukul istri pada dasarnya mempunyai ciri-ciri yang sama. Para dokter, ahli hukum, polisi, pejabat pengadilan, dan karyawan di bidang kemasyarakatan—yang pekerjaannya membuat mereka sehari-hari berhubungan dengan kekerasan dalam keluarga—semuanya menyetujui hal ini. Seorang pejabat pengadilan mengatakan, ”Cinta kepada diri sendiri—itulah ciri utamanya. Persamaan (analogi) antara pemukul istri dan seorang anak kecil benar-benar luar biasa. Kisah mengenai ledakan kemarahan diceritakan oleh setiap wanita yang saya tangani. Si pemukul dapat berhubungan secara baik dengan dunia hanya jika dunia ini dapat memenuhi kebutuhannya.” Pejabat ini menyebut si pemukul ”sosiopatis” (sociopathic), yang berarti ia tidak mampu mempertimbangkan akibat dari tindakannya.
”Hal yang menarik,” kata seorang penulis, ”pria yang suka menganiaya pada umumnya memiliki citra diri yang sangat rendah, perasaan yang sama yang mereka coba paksakan ke dalam diri korban mereka.” ”Sifat menguasai dan cemburu, juga ketidakmampuan seks dan perasaan rendah diri, adalah ciri-ciri umum dari pria yang suka memukul wanita,” kata seorang wartawan. Menyetujui ciri-ciri seorang penganiaya istri, seorang psikiater terkemuka menambahkan pendapatnya, ”Pemukulan adalah salah satu cara dari pria yang rendah diri untuk membuktikan kejantanannya.”
Jelaslah bahwa seorang pria penganiaya akan menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mempertahankan kendali dan memperlihatkan kekuasaan atas teman hidupnya. Seorang penganiaya istri menyatakan, ”Jika kami berhenti memukul, kami akan kehilangan kendali. Dan hal itu sama sekali tidak boleh terjadi, dan tidak bisa diabaikan.”
Sering, tanpa alasan, suami yang suka memukul mempunyai sifat ingin memiliki yang tidak masuk akal dan merasa cemburu. Ia mungkin mengkhayalkan hubungan yang romantis antara istrinya dengan pengantar pos, pengantar susu, teman dekat keluarga, atau siapa saja yang ditemui istrinya. Sekalipun ia memperlakukan istrinya dengan kasar, menyakiti tubuhnya, ia sangat kuatir akan perpisahan atau kehilangan istrinya. Jika istri yang dianiaya mengancam untuk meninggalkan dia, ia mungkin berbalik mengancam akan membunuhnya dan kemudian bunuh diri.
Perasaan cemburu sering muncul pada waktu sang istri hamil. Suami bisa jadi merasa terancam akan kemungkinan bahwa kasih sayang istrinya akan berpindah darinya, bahwa sang bayi akan menjadi pusat perhatian. Banyak wanita yang dipukul melaporkan bahwa tanda pertama dari penganiayaan oleh suami adalah ketika suami mereka memukul perut dengan sangat keras selama masa kehamilan yang pertama. ”Perasaan cinta kepada diri sendiri (narsisisme) yang dimiliki suami akan menyebabkan ia benar-benar ingin membunuh bakal anak tersebut,” kata seorang pejabat pengadilan.
Segi lain dari ciri-ciri pemukul istri adalah siklus kekerasan yang dialami, sebagaimana diteguhkan oleh banyak istri yang dipukul. Pada tahap pertama, suami mungkin hanya akan menggunakan caci-maki atau bahasa kotor. Ia mungkin mengancam akan mengambil anak-anak dari istrinya, dengan mengatakan bahwa istrinya tidak akan melihat anak-anak lagi. Karena merasa terancam, sang istri akan mengakui bahwa segala sesuatu adalah salah dia, bahwa dialah penyebab dari perlakuan kasar suaminya. Kini ia berada di bawah telapak tangan suaminya. Sang suami memegang kendali. Namun ia harus memiliki kekuasaan yang lebih besar. Tahap pertama ini dapat timbul setiap saat setelah perkawinan—kadang-kadang hanya dalam beberapa minggu setelahnya.
Tahap kedua mungkin akan disertai ledakan kekerasan—menendang, meninju, menggigit, menarik rambut, membanting istrinya ke lantai, mengadakan hubungan seks dengan cara yang sangat kasar. Untuk pertama kali, sang istri menyadari bahwa itu bukan salah dia. Ia berpikir bahwa penyebabnya mungkin berasal dari luar—stress di tempat kerja atau ketidakcocokan dengan teman-teman sekerja.
Segera setelah ledakan kekerasan tersebut, sang istri dihibur oleh penyesalan suaminya. Sang suami kini berada pada tahap ketiga dari siklus tersebut. Ia melimpahi istrinya dengan hadiah-hadiah. Ia memohon pengampunannya. Ia berjanji bahwa hal tersebut tidak pernah akan terjadi lagi.
Namun hal itu terjadi lagi, dan berulang kali. Tidak ada lagi penyesalan. Sekarang hal itu menjadi cara hidup. Ia selalu mengancam akan membunuh istrinya jika sang istri mengancam akan meninggalkan rumah. Ia kini berada dalam kekuasaan penuh suaminya. Ingat kata-kata seorang pemukul istri yang tadi dikutip, ”Jika kami berhenti memukul, kami akan kehilangan kendali. Dan hal itu sama sekali tidak boleh terjadi.”
Pria yang suka memukul istri selalu akan mempersalahkan teman hidup mereka karena memancing pemukulan. Seorang direktur program dari biro jasa bantuan untuk wanita-wanita yang dipukul melaporkan, ”Si pemukul akan mengatakan kepada pasangan wanitanya, ’Kamu tidak melakukan hal ini dengan benar, karena itu saya memukulmu.’ Atau, ’Makan malam terlambat, itulah sebabnya saya memukulmu.’ Selalu sang wanita yang salah dan jika tindakan mempermainkan emosi tersebut berlangsung selama bertahun-tahun, sang wanita dicuci otak untuk mempercayainya.”
Seorang istri diberitahu oleh suaminya bahwa dialah yang memancing perlakuan-perlakuan kasar tersebut melalui hal-hal yang ia lakukan dengan salah. ”Dengan meningkatnya kekerasan, meningkat pula dalih-dalihnya. Dan selalu dikatakan, ’Lihat apa yang telah saya lakukan gara-gara kamu. Mengapa kamu ingin agar saya melakukan kekerasan seperti ini?’”
Seorang bekas pemukul istri, yang ayahnya juga suka memukul istri, mengatakan, ”Ayah saya tidak pernah dapat mengakui bahwa ia salah. Ia tidak pernah meminta maaf atau mau bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Ia selalu menyalahkan korbannya.” Putranya juga mengakui, ”Saya menyalahkan istri saya sebagai penyebab semua penganiayaan yang diterimanya.” ”Selama 15 tahun,” kata yang lain, ”saya menganiaya istri saya karena ia seorang Saksi Yehuwa. Saya menyalahkan istri saya untuk segala sesuatu. Saya tidak menyadari bahwa apa yang saya perbuat begitu jahat sampai saya mulai belajar Alkitab. Sekarang hal itu menjadi kenangan yang buruk dalam hidup saya. Saya mencoba untuk melupakannya, namun hal itu selalu ada dalam ingatan saya.”
Kisah mengenai ayah dan anak, yang kedua-duanya suka memukul istri, bukan hal yang unik. Hal tersebut, sebaliknya, merupakan ciri-ciri umum dari suami yang suka memukul. Sang anak mengakui bahwa pemukulan istri telah berlangsung 150 tahun dalam keluarganya, seolah-olah diteruskan dari ayah ke anak. Menurut Koalisi Nasional Melawan Kekerasan dalam Keluarga (di A.S.), ”dari antara anak-anak yang menyaksikan kekerasan di rumah, 60 persen dari anak laki-laki akhirnya menjadi pemukul istri dan 50 persen dari anak-anak perempuan menjadi korbannya”.
Seorang penulis surat kabar mengatakan, ”Sekalipun mereka mungkin tidak kena pukul dan tidak memperlihatkan gangguan secara lahiriah, anak-anak ini telah mempelajari sesuatu yang mungkin tidak pernah akan mereka lupakan, bahwa mengatasi problem dan stress dengan cara kekerasan dapat diterima.”
Mereka yang menyediakan penampungan bagi wanita-wanita yang dipukul mengatakan bahwa anak laki-laki yang pernah melihat ibu mereka dipukul oleh ayah mereka sering berlaku kasar terhadap ibu mereka atau mengancam akan membunuh saudara-saudara perempuan mereka. ”Ini bukan hanya permainan anak-anak,” kata seseorang. ”Itu niat yang sungguh-sungguh.” Setelah melihat orang-tua mereka menggunakan kekerasan untuk mengatasi kemarahan, anak-anak menganggap itu sebagai satu-satunya pilihan mereka.
Ada sebuah lagu anak-anak (dalam bahasa Inggris) yang mengatakan bahwa anak-anak perempuan terbuat dari ”gula dan penyedap, dan segala sesuatu yang enak”. Anak-anak perempuan ini kelak tumbuh menjadi ibu dan istri, yang kepadanya sang suami mengatakan ’saya tidak dapat hidup tanpa engkau’. Jadi, jelas sekali bahwa keadilan menentang tindakan penganiayaan terhadap istri, namun keadilan siapa—manusia atau Allah?
Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.
Let’s watch this show on the app!
Scan this QR to download the Vidio app.
Jangan sampai online games dan media sosial bikin hubungan rumah tangga jadi berantakan
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Penggunaan smartphone kini sudah semakin luas. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun sudah sulit terlepas dari smartphone.
Tak hanya itu saja, dari penggunaan smartphone yang berlebihan sebuah hubungan bisa pecah belah, termasuk hubungan awalnya harmonis pun bisa tiba-tiba berantakan karena pasangan lebih konsentrasi pada gadgetnya ketimbang mengobrol ketika sampai di rumah.
Sebelum jadi permasalahan yang lebih serius, sebagai istri sebaiknya melakukan beberapa hal ini untuk mengatasi suami yang kecanduan game online dan media sosial di ponselnya. Cek informasinya di Popmama.com!
Libatkan anak-anak
Ini mungkin berhasil dalam beberapa kasus atau juga dapat mengganggu bagi sosok laki-laki.
Jika anak-anak sudah merasa bahwa kebiasaan sang Suami sudah meninggalkan dampak yang serius bagi keluarga, cobalah untuk melibatkan anak-anak dalam mengikuti aturan ‘Zona tanpa gadget’ saat berada di rumah.
Anak-anak dapat dengan lembut mengingatkan orang dewasa bahwa menggunakan ponsel diluar pekerjaan tidak diperbolehkan selama waktu makan bersama keluarga atau sedang berada di mobil.